kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.978.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.511   20,00   0,12%
  • IDX 7.700   -130,30   -1,66%
  • KOMPAS100 1.074   -14,95   -1,37%
  • LQ45 785   -11,86   -1,49%
  • ISSI 261   -3,83   -1,45%
  • IDX30 407   -6,79   -1,64%
  • IDXHIDIV20 473   -7,76   -1,61%
  • IDX80 119   -1,64   -1,36%
  • IDXV30 128   -1,29   -1,00%
  • IDXQ30 131   -2,34   -1,75%

Kelas Menengah Anggap Prestise, Orang Kaya Tahu 5 Hal Ini Bukan Simbol Kekayaan


Senin, 01 September 2025 / 08:34 WIB
Kelas Menengah Anggap Prestise, Orang Kaya Tahu 5 Hal Ini Bukan Simbol Kekayaan
ILUSTRASI. Banyak orang kelas menengah masih menganggap kepemilikan barang mewah atau gaya hidup tertentu sebagai simbol kesuksesan.

Sumber: New Trader U | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Banyak orang kelas menengah masih menganggap kepemilikan barang mewah atau gaya hidup tertentu sebagai simbol kesuksesan. Padahal, bagi orang kaya sejati, hal-hal tersebut bukanlah ukuran kekayaan.

Perbedaan mindset ini penting dipahami. Orang kaya cenderung lebih fokus pada kualitas, nilai jangka panjang, dan kenyamanan finansial daripada sekadar pencitraan. 

Mengutip New Trader U, berikut 5 hal yang sering dianggap simbol status oleh kelas menengah, namun bukan tolok ukur kekayaan bagi orang kaya:

1. Pakaian desainer penuh logo

Logo besar di pakaian sering dianggap lambang status. Namun orang kaya lebih memilih pakaian premium dengan kualitas material tinggi, desain timeless, dan minim logo. 

Bagi mereka, kenyamanan dan kualitas lebih penting daripada sekadar pengakuan sosial.

Realitas ekonomi pakaian desainer semakin mendukung pendekatan ini. Pakaian yang sarat logo dari merek-merek trendi terdepresiasi dengan cepat seiring dengan percepatan siklus mode. 

Baca Juga: Data Pendapatan Negara Periode 2020-2024: Kelas Menengah Masih Mendominasi

Mode cepat telah memperpendek tren musiman, membuat barang-barang yang wajib dimiliki di masa mendatang menjadi usang. 

Orang-orang kaya menyadari bahwa menghabiskan banyak uang untuk barang-barang yang dengan cepat kehilangan relevansi gaya dan nilai jual kembali merupakan penilaian finansial yang buruk.

2. Tas dan aksesori mahal

Tas desainer seharga puluhan juta rupiah bisa jadi target kelas menengah. Tapi orang kaya tahu barang mewah produksi massal cepat terdepresiasi. 

Individu yang cerdas secara finansial menyadari bahwa mengikat modal dalam barang-barang mewah yang terdepresiasi dengan cepat bertentangan dengan prinsip-prinsip manajemen kekayaan yang sehat. 

Orang kaya seringkali lebih memilih aksesori atau barang-barang bernilai investasi yang memiliki makna historis daripada barang-barang yang didorong oleh tren terkini yang kemungkinan akan kehilangan popularitasnya dalam beberapa musim.

Baca Juga: Enam Nasihat Keuangan Warren Buffett untuk Kelas Menengah

3. Gadget terbaru setiap tahun

Ganti smartphone atau laptop tiap ada seri baru kerap dianggap keren. Namun orang kaya biasanya hanya membeli teknologi sesuai kebutuhan. 

Orang kaya memilih untuk lebih fokus pada fungsi, keamanan, dan keandalan, bukan sekadar gengsi.

Depresiasi barang elektronik konsumen yang cepat memperkuat pendekatan ini. Produk teknologi kehilangan nilainya lebih cepat daripada hampir semua kategori konsumen lainnya, dengan model-model baru terus-menerus menggantikan yang sudah ada. 

Pembeli yang canggih menyadari bahwa mengikuti perkembangan setiap kemajuan teknologi merupakan kondisi keuangan yang buruk.

4. Liburan mewah demi media sosial

Munculnya media sosial telah menciptakan budaya di mana berbagi pengalaman perjalanan eksotis menjadi identik dengan kesuksesan dan kemakmuran.

Banyak orang rela menghabiskan tabungan untuk liburan sekali seumur hidup yang bisa dipamerkan di Instagram. 

Orang kaya justru lebih menghargai privasi, pengalaman bermakna, dan destinasi eksklusif tanpa perlu memamerkan ke publik.

Tonton: Kelas Menengah RI Makin Terjepit di Tengah Ketimpangan Konsumsi

5. Mobil mewah terbaru

Kendaraan mewah, terutama model baru dengan merek terkemuka dan fitur-fitur mewah, mungkin mewakili simbol status paling mencolok dalam budaya kelas menengah. 

Psikologi di balik pembelian mobil mahal seringkali berpusat pada keinginan untuk menunjukkan kesuksesan dan kemampuan finansial kepada orang lain, menjadikan kendaraan sebagai alat utama untuk memberi sinyal sosial.

SUV atau sedan mewah sering dijadikan simbol status. Tetapi bagi orang kaya, mobil hanyalah alat transportasi yang nilainya terus turun. 

Mereka lebih mengutamakan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi, bahkan tak jarang memilih mobil sederhana dengan sopir pribadi.

Selanjutnya: Dolar AS Bergerak Tipis Senin (1/9) Pagi, Pasar Tunggu Data Tenaga Kerja AS

Menarik Dibaca: Bunga Deposito OCBC NISP di September 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

×