Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren suku bunga rendah dalam dua tahun terakhir membuat pamor produk perbankan memudar dibandingkan instrumen investasi lain. Dalam dua bulan ini, Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan 75 basis poin (bps) menjadi 4,25%.
Kendati demikian, nasabah perbankan sudah mengalihkan dananya dari produk perbankan ke produk yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Maklum, produk perbankan rata-rata memberikan bunga di bawah bunga acuan BI.
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih melambat hingga Agustus 2022. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, pertumbuhan DPK meningkat 7,77% year on year (yoy) per Agustus 2022.
“Lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Juli 2022 sebesar 8,59% yoy. Perlambatan DPK dikontribusikan oleh peningkatan konsumsi masyarakat, belanja modal korporasi, dan preferensi penempatan dana pada aset keuangan lain yang terindikasi dari nilai kepemilikan surat berharga negara (SBN),” ujar Perry.
Baca Juga: Meski Melambat, Dana Pihak Ketiga Perbankan Tembus Rp 7.354,7 Triliun di Agustus 2022
Sementara, data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyebut, jumlah investor surat berharga mencapai 761.045 entitas di Agustus 2022. Tumbuh 36,22% yoy dari posisi yang sama tahun lalu sebanyak 558.701 entitas.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, emisi SBN ritel yang dirilis pemerintah masih jauh dari total DPK perbankan yang mencapai sekitar Rp 7.354,7 triliun per Agustus 2022. Ia mengakui, SBN ritel akan menyerap dana di perbankan tapi tidak akan mengganggu likuiditas perbankan.
“Namun, kalau SBN itu dibelanjakan oleh pemerintah maka akan masuk ke sistem, perekonomian bergerak. Ketika perekonomian tumbuh, dana masyarakat akan kembali ke perbankan,” ujarnya pada Selasa (27/9).
Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih menambahkan, SBN ritel merupakan produk keuangan untuk tujuan investasi. Sedangkan tabungan lebih digunakan oleh nasabah untuk transaksi, sehingga SBN ritel digunakan sebagai diferensiasi produk.
Sebelumnya, General Manager Divisi Wealth Management BNI Henny Eugenia mengakui ada beberapa nasabah yang mulai mencoba masuk ke instrumen investasi. Juga memindahkan dananya dari DPK untuk mendapatkan return yang lebih tinggi.
Namun untuk nasabah dengan profil konservatif tetap menjadikan DPK sebagai pilihan utama dalam menempatkan dananya di BNI. DPK juga tetap diperlukan sebagai bagian dari cash flow bahkan untuk nasabah yang agresif sehingga tetap bisa tumbuh seiring bersama dengan aum produk investasi,” paparnya.
Selain itu strategi BNI untuk terus mendorong transaksi melalui BNI mobile banking juga menjaga DPK tumbuh tetap positif. Selain itu, BNI juga yang berasal dari upselling dan akuisisi nasabah baru.
Baca Juga: LPS Menaikkan Suku Bunga Penjaminan Simpanan Rupiah dan Valas, Berlaku Per 1 Oktober
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News