kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pembayaran Homologasi Masih Minim, Begini Penjelasan KSP Sejahtera Bersama


Sabtu, 18 Februari 2023 / 11:30 WIB
Pembayaran Homologasi Masih Minim, Begini Penjelasan KSP Sejahtera Bersama

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembayaran perjanjian perdamaian (homologasi) hasil PKPU antara nasabah dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama tak kunjung selesai. Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat realisasinya baru 3%.

Humas KSP Sejahtera Bersama Dede Suherdi mengungkapkan, realisasi pembayaran yang minim tersebut dikarenakan banyaknya kendala. Utamanya, proses pidana yang diklaim menyita waktu pengurus dan pengawas.

Dalam hal ini, pengurus maupun pengawas kesulitan menghadirkan uang masuk karena anggota yang melakukan peminjaman di KSP Sejahtera Bersama sudah berhenti membayar angsuran.

Baca Juga: Pembayaran Homologasi KSP Sejahtera Bersama Baru 3%

“Namun pembayaran masih berjalan tapi sangat minim sekali sesuai cash ini dari tagihan piutang anggota yang meminjam ke KSP Sejahtera Bersama,” ujar Dede kepada KONTAN, Kamis (16/2).

Sebagai informasi, total tagihan yang harus dibayarkan oleh KSP Sejahtera Bersama dalam perjanjian homologasi tersebut adalah Rp 8,8 triliun. Dimana, jumlah kreditor konkuren sebanyak 58.825 kreditor.

Ia juga menegaskan bahwa jumlah 185.000 orang yang selama ini disebut sebagai korban tidaklah valid. Sebab, itu adalah jumlah seluruh anggota yang terdiri dari anggota peminjam, anggota yang menyimpan uang, dan anggota yang tidak aktif.

“Apakah anggota peminjam juga sebagai korban? tentu tidak karena mereka menerima uang pinjaman dari KSP Sejahtera Bersama,” ujarnya.

Menurutnya, proses penagihan terhadap anggota yang masih memiliki pinjaman tetap dilakukan. Salah satu yang dilakukan ialah melakukan penyitaan terhadap jaminan.

Meski demikian, Dede mengaku bahwa penjualan hasil sitaan tersebut tak semudah yang dibayangkan. Ditambah, sudah tidak ada lagi restrukturisasi yang diberikan KSP Sejahtera Bersama terhadap anggota peminjam.

“Karena restrukturisasi sudah beberapa kali perpanjangan,” ujarnya.

Terkait aset-aset yang dimiliki oleh KSP Sejahtera Bersama, Dede mengungkapkan bahwa aset-aset tersebut juga sulit terjual dikarenakan status hukum yang kini menimpa ditambah ada juga beberapa aset disita.

KONTAN sempat memiliki daftar aset berdasarkan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas di 2021 yang menyebutkan ada 43 aset berupa properti yang di beberapa wilayah Pulau Jawa.

Baca Juga: KSP Bermasalah Tak Penuhi Homologasi, Kemenkop: Rendah Realisasinya

Jika dihitung total, nilai dari aset properti tersebut sejumlah Rp 220,6 miliar. Dimana, aset properti paling banyak berada di Jawa Barat.

Mengenai daftar aset tersebut, Dede bilang bahwa sudah banyak yang berubah dari daftar tersebut karena sudah ada yang laku terjual. Untuk aset terkini, Dede hanya menyebut sedang dalam proses audit.

“Bahkan ada yang sudah terjual juga masih terkendala notaris bahkan minta dikembalikan uangnya,” imbuhnya.

Di sisi lain, Ketua Tim Fakta Nasional Rahja yang merupakan aliansi korban KSP Sejahtera Bersama menilai apa yang disampaikan oleh pihak KSP Sejahtera Bersama selama ini menunjukkan tidak ada niat dari KSP Sejahtera Bersama untuk membayar perjanjian homologasi.

Ia mencontohkan masalah pidana yang menimpa pengawas KSP Sejahtera Bersama, yaitu Iwan Setiawan dan Dang Zeany yang saat ini menjadi tersangka hanya alasan.  Mengingat, penahanan keduanya baru dilakukan ketika tahap III.

“Saat pembayaran tahap I dan II, mereka juga sudah tidak membayar,” ujar Rahja.

Sebagai informasi, dalam perjanjian homologasi, pembayaran dilakukan dalam 10 kali hingga tahun 2025. Dimana, nilai yang dibayarkan setiap tahap berbeda.

“Kami saat ini pasrah saja dengan proses pidana sekarang,” pungkas Rahja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×