kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.308   112,68   1,57%
  • KOMPAS100 1.122   17,07   1,55%
  • LQ45 893   15,82   1,80%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 458   9,65   2,15%
  • IDXHIDIV20 552   12,62   2,34%
  • IDX80 129   1,50   1,18%
  • IDXV30 137   2,55   1,89%
  • IDXQ30 152   3,19   2,14%

Ternyata, Industri Fintech Lending hanya Dikuasai oleh 40% Penyelenggara


Kamis, 13 Oktober 2022 / 16:00 WIB
Ternyata, Industri Fintech Lending hanya Dikuasai oleh 40% Penyelenggara
ILUSTRASI. Industri fintech P2P lending ternyata hanya dikuasai oleh segelintir penyelenggara saja.

Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layaknya lembaga keuangan konvensional lainnya, industri fintech P2P lending ternyata hanya dikuasai oleh segelintir penyelenggara saja. Padahal, industri ini digadang-gadang bisa menjangkau masyarakat yang selama ini tak memenuhi persyaratan kredit bank.

Memang, jika melihat secara industri, penyaluran pinjaman fintech lending ini masih tumbuh. Per Agustus 2022, ada pertumbuhan sekitar 74,5% secara tahunan atau senilai Rp 436,13 triliun, berdasarkan data OJK.

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kusersyansyah mengatakan, saat ini hanya ada 40% penyelenggara fintech yang menguasai pangsa pasar industri ini. Meskipun, sudah ada pertumbuhan namun ia tak menyebutkan berapa pertumbuhannya.

Baca Juga: Fintech Tersandung Kredit Macet dan Bunga Tinggi

“40% itu campur ada yang fintech di sektor konsumtif dan produktif,” ujar Kus.

Kus menjelaskan, pemain di sektor konsumtif lebih mudah bertumbuh dikarenakan akuisisi peminjam yang terhitung mudah. Dibandingkan, pinjaman ke sektor profuktif, terkhusus pinjaman ratusan juta, proses akuisisinya belum sepenuhnya digital.

Hanya saja, ia menyebutkan untuk 20 besar fintech lending yang ada di Indonesia saat ini komposisinya hampir setara untuk produktif maupun konsumtif. 

“Yang tertinggi itu AdaKami, Kredit Pintar, Investree, Modalku, Batumbu, Akseleran, dan KoinWork,” ujar Kus.

Sementara itu, Kus juga mengatakan volume transaksi mempengaruhi tingkat profitabilitas dari setiap platform. Sebab, selama ini keuntungan fintech lending diambil dari platform fee yang berdasarkan volume tersebut.

Jika demikian, maka pemain fintech lending yang tidak bisa menguasai pasar dengan volume transaksi minim bakal susah mendapatkan profitabilitas untuk saat ini.

Namun, Kus tetap optimistis bahwa sewajarnya fintech lending baru bisa mendapatkan untung setidaknya 3 tahun setelah mendapat status berizin. 

“Karena lender mulai berani masuk,” ujarnya.

CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan, seharusnya pemain fintech lending perlu memperkuat tiga fundamental, antara lain akuisisi peminjam yang kuat, pendanaan yang diversifikasi, ditambah mitigasi risiko agar tidak banyak yang telat membayar.

Baca Juga: Fintech Australia Airwallex Mengumpulkan Pendanaan US$ 100 Juta

“Ditambah ada early player domination, kalau sekarang mulai baru dengan size kecil dan lawannya sudah pada besar dengan permodalan yang kuat, ya susah buat berkompetisinya,” ujar Ivan.

Sepanjang tahun berjalan 2022, Akseleran sudah menyalurkan pinjaman hingga Rp 2,5 triliun dengan target tahun ini mencapai Rp 3,2 triiliun. Ia bilang untuk tahun depan, pihaknya menargetkan bisa tumbuh dua kali lipat.

Ivan juga bilang bahwa pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan fintech lending yang saat ini masih susah berkembang.

“Tentu kita lihat apakah bisa bersinergi dan apakah harganya cocok,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×