Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Seluruh mata pelaku pasar modal kini tertuju pada kalender tanggal 9-10 Desember 2025. Di tanggal tersebut, Federal Open Market Committee (FOMC) alias The Fed akan menggelar rapat penentuan nasib suku bunga terakhir tahun ini.
Probabilitas pasar (CME FedWatch Tool) menunjukkan angka optimis: 87,4% yakin The Fed akan memangkas suku bunga (Sumber: cmegroup.com, 1/12/2025).
IHSG merespons dengan bertahan di zona hijau (level 8.548). Namun, pertanyaannya: Apa urusannya keputusan Jerome Powell di Washington D.C. dengan harga saham bank atau tambang di Jakarta? Mengapa penurunan suku bunga AS dianggap "bensin premium" bagi IHSG?
Mari kita bedah mekanismenya secara teknis namun sederhana.
Hukum Gravitasi Dolar (DXY)
Kunci pertamanya ada di Indeks Dolar AS (DXY). Suku bunga adalah "harga" dari memegang uang.
Saat Bunga Tinggi: Investor global berbondong-bondong memarkir uang di AS (via Obligasi US Treasury) karena imbal hasilnya besar dan risiko rendah. Dolar menguat, mata uang lain (termasuk Rupiah) "terhisap" melemah.
Saat Bunga Turun (Skenario Des 2025): Imbal hasil obligasi AS menjadi kurang seksi. Investor global mulai mencari alternatif investasi lain yang memberikan return lebih tinggi.
Dampaknya ke Indonesia: Saat The Fed memangkas bunga, Dolar AS (DXY) secara teoritis akan melemah. Ini otomatis memberi ruang bagi Rupiah untuk menguat.
Baca Juga: Apa saja Metode Pembayaran di SPBU Pertamina? Ini Pilihan Tunai dan Non-tunai
Efek Domino Kurs Rupiah
Penguatan Rupiah adalah katalis positif bagi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui dua jalur:
1. Beban Utang & Impor Turun: Banyak perusahaan (terutama Farmasi, Konsumer, dan Teknologi) memiliki utang dalam Dolar atau mengimpor bahan baku. Saat Rupiah menguat, beban biaya mereka turun drastic, maka laba bersih naik, dan harga saham ikut terdongkrak.
2. Valuasi Aset: Bagi investor asing, aset di Indonesia menjadi lebih murah dan menarik karena risiko kurs berkurang.
Baca Juga: Naik Rp 2.000 Per Gram, Catat Harga Emas Antam Logam Mulia Hari Ini Senin (1/12)
Aliran Smart Money (Foreign Flow)
Inilah poin paling krusial. Dana asing (foreign flow) selalu mencari keseimbangan antara Risiko vs Imbal Hasil. Jika bunga di AS turun ke level 3,75% - 4,00%, maka imbal hasil dividen saham Indonesia (rata-rata 3-5%) atau Obligasi Indonesia (yield 6-7%) menjadi sangat menggiurkan.
Akibatnya, terjadi arus modal masuk (Capital Inflow). Ingat hukum pasar: Ada uang masuk, harga barang (saham) naik.
Tabel Simulasi: Hawkish vs Dovish
Tabel ini menggambarkan bagaimana satu keputusan The Fed mengubah peta pasar modal kita.
| Skenario The Fed (10 Des 2025) | Arah Dolar (DXY) | Respon Rupiah | Reaksi IHSG (Prediksi) |
| Skenario DOVISH (Potong Bunga) | Melemah (Turun) ߓ | Menguat (ke Rp15.600-an) ߓ | Rally ke ATH 8.600+ ߚ (Asing Masuk) |
| Skenario HAWKISH (Tahan Bunga) | Menguat (Naik) ߓ | Tertekan (ke Rp16.000-an) ߓ | Koreksi ke 8.400 ߔ» (Capital Outflow) |
Tonton: Prabowo Datangi Lokasi Banjir Sumatera, Kerahkan Seluruh Kekuatan Bantu Korban
Bersiap Sebelum Ombak Datang
Memahami mekanisme ini membuat kita tidak sekadar ikut-ikutan (FOMO). Jika Anda yakin The Fed akan memangkas bunga pada 10 Desember nanti, maka secara teknis, mengumpulkan saham-saham Blue Chip (Perbankan Big Caps) atau sektor yang sensitif suku bunga (Properti & Tech) sebelum tanggal tersebut adalah langkah strategis mendahului masuknya dana asing.
Selanjutnya: Air Murka
Menarik Dibaca: Akhir Tahun Makin Hemat! Promo HokBen x Yup Tawarkan Menu Spesial Hanya Rp 1.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













