kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.009.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.419   -13,00   -0,08%
  • IDX 7.824   87,93   1,14%
  • KOMPAS100 1.091   12,18   1,13%
  • LQ45 796   7,54   0,96%
  • ISSI 266   3,92   1,50%
  • IDX30 412   3,36   0,82%
  • IDXHIDIV20 479   3,37   0,71%
  • IDX80 121   1,47   1,24%
  • IDXV30 131   2,08   1,61%
  • IDXQ30 133   0,81   0,61%

Kenapa Banyak Orang Tetap Hidup dari Gaji ke Gaji? Ini Penyebabnya


Selasa, 02 September 2025 / 07:58 WIB
Kenapa Banyak Orang Tetap Hidup dari Gaji ke Gaji? Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Kesulitan finansial bukan soal malas. Faktanya, jutaan orang yang rajin bekerja tetap terjebak dalam siklus hidup dari gaji ke gaji.

Sumber: New Trader U | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Kesulitan finansial bukan soal malas atau kurang bekerja keras. Faktanya, jutaan orang yang rajin bekerja tetap terjebak dalam siklus hidup dari gaji ke gaji. 

Minimnya literasi keuangan, hambatan sosial, hingga kebiasaan yang salah membuat jurang kekayaan semakin lebar antar generasi. Memahami penyebab ini menjadi langkah awal untuk keluar dari jebakan keuangan dan membangun kesejahteraan.

Mengutip New Trader U, ada tujuh alasan utama mengapa banyak orang tetap sulit kaya dan kelas pekerja jarang bisa naik level menjadi sejahtera. Berikut ulasannya:

1. Minim Literasi Keuangan dan Keterampilan Mengelola Uang

Banyak orang tidak pernah mendapatkan pendidikan keuangan yang memadai. Akibatnya, mereka tidak memahami dasar-dasar penting seperti membuat anggaran, bunga berbunga (compound interest), hingga cara mengelola utang. Kondisi ini membuat mereka mudah terjebak produk pinjaman berbunga tinggi dan sulit keluar dari jeratan utang.

Baca Juga: Kelas Menengah Anggap Prestise, Orang Kaya Tahu 5 Hal Ini Bukan Simbol Kekayaan

2. Tidak Berinvestasi pada Pengembangan Keterampilan

Produktivitas pekerja meningkat, tapi upah stagnan. Tanpa menambah keterampilan baru, penghasilan cenderung berhenti di titik tertentu. Padahal, mereka yang terus belajar dan meningkatkan kemampuan punya peluang lebih besar untuk naik gaji atau beralih ke sektor yang lebih prospektif.

3. Terlalu Fokus Jangka Pendek

Budaya konsumtif dan dorongan gratifikasi instan membuat banyak orang abai pada perencanaan jangka panjang. Padahal, investasi kecil yang konsisten sejak dini bisa memberi hasil jauh lebih besar ketimbang menunda.

4. Pola Pikir Negatif soal Uang

Pengalaman masa kecil sering menanamkan keyakinan salah, seperti uang adalah “sumber kejahatan” atau orang kaya pasti serakah. Pola pikir ini kerap membuat orang secara tidak sadar menjauhi peluang atau mengambil keputusan yang merugikan dirinya sendiri.

Baca Juga: Enam Nasihat Keuangan Warren Buffett untuk Kelas Menengah

5. Mengandalkan Satu Sumber Penghasilan

Ketergantungan pada satu gaji membuat finansial sangat rentan. Orang kaya cenderung membangun banyak sumber pendapatan, baik aktif maupun pasif, misalnya dari investasi, properti, atau usaha sampingan.

6. Minim Pengetahuan Investasi dan Takut Risiko

Banyak orang menaruh tabungannya di rekening biasa, sehingga nilainya tergerus inflasi. Ketakutan berinvestasi, yang sering dianggap sama dengan judi, membuat mereka kehilangan peluang membangun aset. Padahal, instrumen seperti reksa dana indeks dan diversifikasi bisa menekan risiko sekaligus memberi hasil optimal.

Tonton: Lawan Tarif Trump, PM India Modi Gelar Pertemuan dengan Xi Jinping dan Putin di China

7. Lebih Fokus Konsumsi daripada Kepemilikan Aset

Budaya konsumsi mendorong orang membeli barang yang nilainya cepat turun, seperti mobil atau gadget, dibanding aset produktif seperti saham, properti, atau usaha. Padahal, kepemilikan aset inilah yang menjadi pembeda utama antara yang bisa membangun kekayaan dan yang terus hidup pas-pasan.

Selanjutnya: Cek Rekomendasi Saham Hari Ini dari Indo Premier, Ada OASA dan ARCI!

Menarik Dibaca: Cek Rekomendasi Saham Hari Ini dari Indo Premier, Ada OASA dan ARCI!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

×